Filsafat Pendidikan: Upaya rejuvenasi pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating”
Kemajuan
teknologi yang spektakuler sebagai sarana yang positif dan juga berdampak
negatif. Bagaimana upaya rejuvenasi pedagogic sebagai “the art and science of
teaching and educating” dalam menghadapi tantangan itu?
Alternatif
Pemikiran:
Dalam
pemanfaatan teknologi, pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kemudahan dan
kenyamanan semata. Teknologi hanya sebuah alat komunikasi-informasi, tidak
lebih. Teknologi dalam pendidikan diharapkan tidak menjadikan manusia Indonesia
sebagai “robot” dan “budak” pendidikan. Dalam konteks ini perubahan global
tidak harus ditentang, tetapi diatasi dengan pribadi-pribadi yang mendukungnya
(Tilaar : 2005, p. 95). Menurut Tilaar, hanya akan memberikan tempat bagi
perkembangan individu jika identitas budaya lokal dihormati sebagai tumpuhan
bagi perkembangan setiap indvidu. Artinya, multikulturalisme dalam pendidikan
nasional sangat relevan dengan desentralisasi pendidikan dan pengembangan
demokrasi di Indonesia. Ini menjadi peran strategis dunia pendidikan untuk menjalankan
fungsinya dalam upaya meningkatkan derajad, martabat, dan kemajuan banga
selaras dengan perkembangan dan tuntutan zaman, yaitu era globalisasi yang
ditandai dengan pesatnya perkembangan ipteks. Kecakapan abad 21 menjadi bekal
bagi manusia untuk dapat mengadapinya melalui penguatan karakter dan berbasis High Order Thinking. Program ini yang
menjadi salah satu upaya bagaimana pendidikan menjadi sentral penguasaan ipteks
berbasis karakter bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ini tidak
hanya menjadi ranah konseptual namun harus diimplementasikan dalam
instruksional program pendidikan dan pengajaran namun juga diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam
ranah instruksional, pendidik penting untuk berinovasi, kreasi dalam
mengembangkan dan mempraktikkan kurikulum yang bersendikan pada penguasaan
kompetensi pedagogic, professional, kepribadain, dan sosial serta kualifikasi
akademik dan non akademik, Kaitannya dengan konsep ini, pendidik penting terus
mengembangkan diri, kapasitasnya, pengetahuannya, kecakapan, ketrampilannya,
sikapnya untuk dapat mentransfer pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan bagi
peserta didik. Ini dilakukan dengan terus belajar dan mempraktikkan teori-teori
pendidikan dan pengajaran secara tepat dengan berinovasi menggunakan media, dan
sumber-sumber pendidikan berbasis budaya dan ipteks. Sesuai dengan pendapat
Philip B. Gove (1981) maka pendidik diharapkan untuk terus mengembangkan
prinsip-prinsip dan metode pengajaran dalam pendidikan formal. Tentunya,
pengajaran sebagai seni harus dipraktikkan berlandaskan teori, etika, norma,
nilai-nilai serta pedoman yang berlaku guna mencapai tujuan pendidikan.
Sehingga penggunaan teori-teori kontemporer dengan produk-produk berbasis
ipteks dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan tujuan peningkatan kapasitas
peserta didik dalam dimensi kognitif, sikap, karakter, skill, dan metakognitif
secara seimbang. Harapannya bahwa peserta didik dapat mengembangkan potensi
dirinya, yaitu berwawasan luas, cerdas namun memiliki sikap kritis, kreatif
dalam menghadapi fenomena yang ada, dapat menjadi problem solver , mampu adaptif terhadap perkembangan zaman, mampu
memfilter masuknya pengaruh globalisasi, mampu menjadi generasi yang siap
membangun bangsanya berlandaskan pada sendi-sendi kepribadian bangsa. Capaian
pembelajaran ini menjadi fokus pedagogic bagaimana jalur pendidikan menjadi
wahana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
religius, cerdas, berkarakter, dll melalui peran praktik instruksional guru
dalam menjalankan peran sebagai fasilitator, sebagai pendidik yang amanah,
menggunakan teori-teori yang relevan dan dipraktikkan, serta dikembangkan terus
untuk proses perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.
Seorang pendidik adalah fasilitator yang merupakan pembimbing
peserta didik dalam pembelajaran (Tilaar, 2000:44). Dengan demikian guru
bukanlah semata memberikan banyak pengetahuan kepada peserta didik, guru
hendaknya mengembangkan segenap kemampuan peserta didik agar mandiri sebagai
pribadi yang mampu bepikir dan bertindak kritis bermanfaat bagi diri,
lingkungan, dan masyarakat. Keberadaan pedagogik sebagai ilmu yang khususnya
mendidik anak sangat strategis diberikan untuk dikuasai oleh guru. Diperlukan
reorientasi guru dalam pembelajaran yang mengedepankan peserta didik sebagai
makhluk yang memiliki potensi dan berbasis pada kebutuhan diri berkembang agar
berkontribusi pada masyarakat dan dunia. Pendidikan yang diharapkan adalah
pendidikan yang berlandaskan pedagogik humanistik. Bukan pendidikan “gaya
deposito” yang sekedar memberikan bekal pengetahuan yang diterima dan dicatat
oleh peserta didik (Rosyada, 2004: 89).
Upaya rejuvenasi
pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating” dalam
menghadapi tantangan sebagaimana
diuraiakan di atas dapat dirumuskan melalui Filsafat
Pendidikan Nasional Pancasila. Pancasila sebagai ideology dan filsafat bangsa,
dapat dikatakan mampu menentukan akar dari ketahanan Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia, dari akar ini akan mengalir esensi pendidikan nasional yang
bisa menyehatkan dan langkah-langkah akan memandu pengembangan teori pendidikan
dan praksis kebangsaan, sehingga pendidikan diadakan tidak bias dan menelurkan
makhluk Pancasila (Siswoyo, 2013).
Komentar
Posting Komentar