Langsung ke konten utama

Urgensi pedagogik dalam upaya penanaman nilai karakter bangsa

Krisis kebudayaan, kata Prof Dr. PJ. Bouman terjadi karena kemajuan teknik tidak diimbangi dengan kemajuan akhlak manusia. Bagaimana urgensi pedagogik dalam upaya penanaman nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia?

Alternatif Pemikiran:
Masalah identitas bangsa merupakan masalah terbesar pada abad ke-21 ini. Hal ini disebabkan adanya dua gelombang besar di dalam perubahan sosial yaitu globalisasi dan demokrasi. Sebagai suatu bidang limu-ilmu sosial, pedagogik mustahil menghindar dari fenomena perubahan global dewasa ini.  Pendidikan Indonesia membutuhkan pedagogik yang menempatkan manusia sebagai “manusia” dalam proses pendidikan. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang memiliki pilihan dalam kehidupannya yang rasional, dan memiliki moralitas dalam tatanan kebudayaan, masyarakat lokalnya, masyarakat nasional maupun global. Pedagogik semacam ini, menurut Tilaar, adalah pedagogik libertarian. Artinya, pedagogik merupakan suatu ilmu praksis untuk mewujudkan suatu bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Dalam hal ini Kebudayaan nasional haruslah bertumpu pada pluralits budaya dari suku-suku yang ada dalam masyarakat Indonesia. Menurut Yudhiani (2014) secara eksternal, pendidikan Indonesia terus berdampingan dan beriringan dengan perkembangan masyarakat dunia yang semakin kompetitif. Oleh karena itu, pendidikan Indonesia membutuhkan penyegaran dalam studi kultural dan pencarian pedagogik yang relevan dengan struktur kognisi masyarakat Indonesia.  
Penguatan nilai-nilai masyarakat yang telah menjadi keluhuran, identitas, kebudayaan masyarakat Indonesia sejak nenek moyang hingga dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap religius, tolong menolong, bekerjasama, gotong royong, musyawarah, dll dapat dilaksanakan dan menjadi tugas pendidikan untuk melestarikannya. Ini karena kebudayaan sebagai hasil budi daya manusia, dan bagaimana manusia dapat dikembangkan potensi dirinya melalui akses pendidikan. Program program yang dapat dijalankan adalah melalui program membumikan nilai-nilai karakter melalui pendidikan karakter, pendidikan berbasis budaya, pendidikan berbasis kearifan lokal, dll. Juga dengan budaya organisasi yang kuat dalam sistem pendidikan. Pengembangan fungsi pendidikan berbasis kultural lebih efektif karena bersifat kontekstual, spesifik, sesuai dengan konteks masyarakatnya, daerahnya, manusia nya, fasilitasnya, geografisnya, dll.
Pendidikan berbasis nilai-nilai karakter bangsa diinternalisasikan, diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan di kelas, bekerjasam dengan pemberdayaan keluarga, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, perkembangan ipteks dan globalisasi akan menjadi objek studi kritis sekaligus menjadi tantangan yang akan menguatkan, mendorong, memotivasi dunia pendidikan untuk memajukan bangsa nya melalui penguatan karakter atau akhlaq. Penguatan karakter (nilai-nilai atau akhlaq) dikembangkan dari Filsafat Pancasila yang memuat nilai-nilai dari 5 Sila. Jika karakter dan akhlaq telah dibumikan, dibudayakan dalam praktik pendidikan (sebagai pemecah masalah mental) maka perkembangan ipteks akan menjadi alat untuk memecahkan permasalahan teknis dan praktis. Jadi, akhlaq dan kognitif serta ketrampilan tidaklah terpisah namun menjadi dimensi yang saling berelasi untuk dikembangkan secara simultan dalam praktik pendidikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Perbandingan Filsafat Pendidikan Aliran Esensialisme dan Perenialisme

Aliran/ Aspek Esensialisme Perenialisme Konsep pendidikan ü Berakar dari filsafat idealisme dan relisme (Ornstein & Levine, 1985:189; Knight dalam Arif, 2007:176) ü Prinsip sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasar, belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan, guru adalah lokus otoritas ruang kelas (Knight dalam Arif, 2007:178-180) ü K a um e s e ns i a l i s y a kin a da b e b e r a p a k e a hl i a n y a ng m e mb e rik a n kontribusi te r h a d a p k e b a ikan man u sia, di a nta ra n y a memb a ca , menuli s , d a n b e rhitun g , s e r t a t i nd a k a n   sos i a l   y a n g  rasional ü P e ndid i k a n   me r up a k a n   p e rsi a p a n   b a g i w a r ga ma s y a r a k a t y a n g b e r a d a b ü B a g i e s e nsialis dipe r lukan g u r u y a n g d e w a s a , m e ma h a mai p e laj a r a n, d a n mampu menstr a n f o r masik a n p e ng e tahu a n d a n ni l