Langsung ke konten utama

Filsafat pendidikan yang paling mungkin diterapkan pada jenjang pendidikan tinggi di Indonesia

Pendidikan tinggi termasuk pendidikan bagi orang dewasa atau andragagi
Menurut Tamat (1985) dalam Sunhaji, 2013: 3-4), asumsi model pendidikan andragogi adalah
(1)   Konsep diri peserta didik : semakin mengarahkan diri (self-directing),
(2)   Pengalaman peserta didik : Pengalaman nyata merupakan sumber belajar bagi dirinya, oleh karena itu metode penyampaianya ekperimen,percobaan, diskusi praktek problem solving
(3)   Kesiapan belajar peserta didik : Berkembang dari tugas hidup & masalah, Orientasi tugas dan masalah (task or problem centered)
(4)   Orientasi belajar : Oleh dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)
Berimplikasi pada: pendidikan tinggi perlu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif disesuaikan dengan karakteristik orang dewasa
Berdasarkan pada telaah beberapa aliran filsafat pendidian yang berkembang di Barat, maka filsafat yang mungkin dapat diterapkan pada jenjang pendidikan tinggi di Indonesia adalah:
1)      Perenialisme, terutama bagi pendidikan tinggi dengan jurusan berbasis ilmu pengetahuan, beberapa alasannya adalah:
(1)     Aquinas (Gutek, 1974:  59) menegaskan bahwa aktivitas kemanusiaan tertinggi adalah ratio,   melatih intelektual, dan kekuatan berspekulasi. ..melalui berpikir, atau konseptualisasi, manusia dapat mengatasi keterbatasan primitif dan alaminya dan akan mengtransformasi lingkungan alami dirinya sendiri. Ini cocok bagi pendidikan tinggi, yaitu pengembangan fitroh manusia sebagai makhluk pencari kebenaran
(2)     Mendidik orang yang berguna dan kompeten  (Ornstein & Levine, 1985:189). Ini sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten.
(3)     Materi pelajaran yang hierarkis diatur untuk menumbuhkan kecerdasan (Ornstein & Levine, 1985:189). Kurikulum pendidikan tinggi membekali peserta didik dengan teori yang mendalam agar lulusan ahli pada bidang tertentu. Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education.

2) Progresivisme. terutama bagi pendidikan tinggi dengan jurusan berbasis ilmu pengetahuan dan teknik/ vokasional Beberapa alasannya adalah:
(1)     Progresivisme berakar dari filsafat pragmatisme, bahwa tujuan pendidikan adalah mendidik invidu berdasarkan minat dan kebutuhannya (Ornstein & Levine, 1985:189). Ini cocok karena pendidikan tinggi adalah pendidikan orang dewasa yang mana perkembangan kognitif, emosional, dan motorik sudah berkembang secara matang berdasarkan teori hukum perkembangan Piaget. Pendidikan tinggi membuka jurusan berdasarkan peminatan.
(2)     Pendidik progresif menolak hambatan kelas, ras, atau keyakinan yang cenderung membuat orang terpisah dari satu sama lain. Mereka percaya bahwa sebagai siswa bekerja bersama pada proyek-proyek berdasarkan pengalaman bersama mereka (Ornstein & Levine, 1985:205).
(3)     Kurikulum, pendidikan berbasis aktivitas dan proyek (Ornstein & Levine, 1985:189). Karakteristik pendidikan orang dewasa adalah konsep untuk mengembangkan 4 hal pokok antara lain, konsep diri, peranan pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar. (Sunhaji, 2013:11). Ini cocok bagi lembaga pendidikan tinggi yang memiliki kurikulum menyesuaikan dengan visi, misi, sasaran, serta capaian pembelajaran guna menghasilkan lulusan dengan kompetensi khusus, yaitu teori dan praktek.

(4)     Progresivisme menuntut kreativitas dan inovasi. Ini cocok bagi pendidikan tinggi karena bertujuan untuk membekali dan menghasilkan luluan yang siap dengan tuntutan dan kebutuhan kehidupan berdasarkan perkembangan, kemajuannya, dan problematikanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Filsafat Pendidikan: Upaya rejuvenasi pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating”

Kemajuan teknologi yang spektakuler sebagai sarana yang positif dan juga berdampak negatif. Bagaimana upaya rejuvenasi pedagogic sebagai “the art and science of teaching and educating” dalam menghadapi tantangan itu? Alternatif Pemikiran: Dalam pemanfaatan teknologi, pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kemudahan dan kenyamanan semata. Teknologi hanya sebuah alat komunikasi-informasi, tidak lebih. Teknologi dalam pendidikan diharapkan tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai “robot” dan “budak” pendidikan. Dalam konteks ini perubahan global tidak harus ditentang, tetapi diatasi dengan pribadi-pribadi yang mendukungnya (Tilaar : 2005, p. 95). Menurut Tilaar, hanya akan memberikan tempat bagi perkembangan individu jika identitas budaya lokal dihormati sebagai tumpuhan bagi perkembangan setiap indvidu. Artinya, multikulturalisme dalam pendidikan nasional sangat relevan dengan desentralisasi pendidikan dan pengembangan demokrasi di Indonesia. Ini menjadi peran strategis dunia p

CAKRA MANGGILINGAN: Landasan Kurikulum

Landasan Pengembangan Kurikulum   (2) Pertemuan kedua Prof Dr Marsigit, M.A. (150317)  diawali dengan memberi tes singkat, tentang padanan kata. Berikut ini beberapa materi soal dan jawabannya di mana tekstual menggambarkan konteksnya (mengacu pada filsafat). Belajar = membangun Mengajar = memfasilitasi Guru = fasilitator Murid = subjek Logika = konsisten Nyata = cocok Cerdas = santun Pikiran = rasio Pancaindera = persepsi Formal = bentuk Penilaian = mencatat Serius = intens Waktu = relatif Mengulang = siklik Mengurangi = reduksi Menambah = sintesis Tetap = ideal Berubah = realita Diabaikan = ephoce Sama = identic Beda = kontradiktif Fakultas = kemampuan Nol = tiada Satu = esa Banyak = plural Kecil = mikro Besar = makro Di sana =di luar Di sini = di dalam Di atas = langit Di bawah = bumi Berhenti = mitos Terus = kontinyu Membaca = terjemah Menulis = direct Menyerah