Langsung ke konten utama

Belajar tentang Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

1)      Ki Hadjar Dewantara
Kelebihan: relevan dengan filsafat Pancasila, yang diturunkan pada tujuan pendidikan nasional:
(1)   Pendidikan bersumber dari kebudayaan daerah, untuk memajukan/ mengembangkan kebudayaan nasional.
(2)   Terbuka untuk mempelajari kebudayaan asing seperti bahasa asing karena penting dan berguna untuk mempelajari ilmu pengetahuan serta memperkaya atau mengembangkan kebudayaan Indonesia, memperlancar hubungan rakyat dengan dunia internasional  ((Tim, 1977:531).
(3)   Memuat konsep pendidikan teoritik dan praktik, lengkap dengan kurikulumnya, seperti tentang pengetahuan dan ketrampilan dasar manusia, yaitu tentang pengajaran membaca dan menulis permulaan (Tim, 1977:120), sistem pendidikan guru secara integral (h. 214), pendidikan anak-anak (h.241-298), pendidikan kesenian (h.365), pendidikan keluarga (h.369-395), psikologi, adab, bahasa, yang diimplementasikan pada jenis dan jenjang pendidikan: taman-anak, taman-muda, taman-dewasa (h. 81)
(4)   Mengintegrasikan konsep manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara, sebagai makhluk spiritual dalam Pancadarma, (kodrat alam-kemerdekaan-kebudayaan-kebangsaan-kemanusiaan (Tim Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 1989:58);
(5)   Pendidikan berbasis kebudayaan sendiri (1989,h.124)
(6)   Pendidikan berbasis pada anak (1989, h.124)
(7)   Pendidikan berpusat pada keharmonisan pendidikan lingkungan keluarga, perguruan/ sekolah, dan pergerakan pemuda (Trisentra Pendidikan), (Tim, 1977:70-76)
(8)   Pendidikan yang berwawasan demokratis, kepemimpinan, kebangsaan, kebudayaan, pengabdian (1989, h. 125-127). Trilogi kepemimpinan : Ing ngarsa sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani (1989, h.135);
(9)   Metode pendidikan yang berjiwa kekeluargaan berbasis kodrat alam dan kemerdekaan, yaitu metode Among (1989, h. 135);
Kelemahan
(1)   Karena konsep pendidikan lahir pada zaman penjajahan kolonial, maka konsep pendidikan belum merujuk fungsi pendidikan untuk menghadapi jaman post-modern, penjajahan atau perang intelektual, perang teknologi dan informasi. Bahwa selain kekuatan mental (berpusat pada karakter, trisentra, dll) perlu konsep pendidikan yang inovatif, kreatif, berpikir jauh ke depan guna pemertahanan diri sebagai individu, anggota masyarakat, dan warga negara) karena kebutuhan manusia senantiasa berkembang.
(2)   Sistem among (sekolah berasrama) yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara tampaknya tidak dapat direalisasikan di sekolah Taman Siswa. Hal ini dikarenakan sistem among merupakan sistem pendidikan yang memerlukan dana cukup besar, dan sekolah taman siswapun sebagai pemilik gagasan ini juga tidak dapat menyelenggarakan sistem among. Kondisi ini menimbulkan kritik yang lebih keras terhadap Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan swasta yang kurang maju. Implikasinya, organisasi sekolah/taman pada tingkat TK, SD, SMP, hingga perguruan tinggi berbasis “taman” kurang eksis dalam pemertahannya meskipun secara konsep kuat dan historinya lama.
(3)   Karena tujuan utama untuk perjuangan dan kemerdekaan (lahir batin) maka sendi-sendi pendidikan spiritual belum termaktud secara tegas dalam konsep pendidikannya dan implementasinya meskipun dalam darma kodrat alam dan kemerdekaan sesungguhnya memuat nilai-nilai dan praktik spiritual, seperti sikap toleransi, sederhana, makaryo, adab, susila, budi pekerti, dll.

(4)   Konsep dan terminologi pendidikan Ki Hadjar Dewantara berbasis budaya Jawa,  sehingga  konsep-konsep  beliau lebih mudah dapat  dipahami dan dilakukan oleh  orang-orang Jawa. Dampaknya, guru-guru taman siswa sebagian besar berasal dari suku Jawa, hal ini dapat menimbulkan primordialisme kesukuan.


Tim. (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, Cetakan Kedua. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Tim. (1989). Ki Hadjar Dewantara, dalam Pandangan Para Cantrik dan Mantriknya. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Perbandingan Filsafat Pendidikan Aliran Esensialisme dan Perenialisme

Aliran/ Aspek Esensialisme Perenialisme Konsep pendidikan ü Berakar dari filsafat idealisme dan relisme (Ornstein & Levine, 1985:189; Knight dalam Arif, 2007:176) ü Prinsip sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasar, belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan, guru adalah lokus otoritas ruang kelas (Knight dalam Arif, 2007:178-180) ü K a um e s e ns i a l i s y a kin a da b e b e r a p a k e a hl i a n y a ng m e mb e rik a n kontribusi te r h a d a p k e b a ikan man u sia, di a nta ra n y a memb a ca , menuli s , d a n b e rhitun g , s e r t a t i nd a k a n   sos i a l   y a n g  rasional ü P e ndid i k a n   me r up a k a n   p e rsi a p a n   b a g i w a r ga ma s y a r a k a t y a n g b e r a d a b ü B a g i e s e nsialis dipe r lukan g u r u y a n g d e w a s a , m e ma h a mai p e laj a r a n, d a n mampu menstr a n f o r masik a n p e ng e tahu a n d a n ni l