1) Driyarkara
Kelebihan
(1)
Menekankan pendidikan berjenjang
untuk tenaga pertukangan, keperawatan, pengairan
pada SMK dan pendidikan guru guna menjamin kompetensi dan kualifikasi guru dan dosen.
(Subanar,
2013: 20)
(2)
Merumuskan pendidikan karakter,
pengalaman bermakna atau “Budi Pekerti dan Pendidikan
(Juni
1954) (Subanar, 2013: 22). Pendidikan karakter
mempunyai
relevansinya dalam pandangan Driyarkara tentang “manusia adalah kawan bagi
sesame”. Manusia merupakan homo homini
socius
(3)
Driyarkara berpendapat pendidikan adalah fenomena fundamental atau asasi
dalam kehidupan manusia.
Kehidupan dan pendidikan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan pendidikan adalah perbuatan–perbuatan
dan
hal-hal yang
dengan sengaja atau
tidak sengaja, disadari atau tidak disadari
“memasukkan manusia muda
ke dalam alam
atau dunia
manusia” (Sudiarja, 2006: 270).
Dengan bantuan
manusia yang sudah dewasa dalam pendidikan manusia muda bertumbuh
dan memperkembangkan diri menjadi manusia (homo) yang
human (Sudarminta, 1994:9). Dengan demikian pendidik merupakan pribadi yang
baik dan tentunya kepribadiannya yang baik ini dikomunikasikan kepada peserta didik
(4)
Merumuskan tujuan pendidikan
yang menyatakan
terbentuknya
manusia
dewasa
susila, menandaskan segi personalistik pendidikan,
berarti
pendidikan yang
bukan saja mengembangkan kecerdasan dan keterampilan, tetapi aspek budi pekerti, ada kemungkinan terjadinya pendidikan seumur hidup,
(5)
Memberi perhatian khusus terhadap pendidikan guru,
yaitu seorang guru yang berkepribadian
(6)
Merumuskan konsep nasionalisme, religi. Pendidikan sebagai proses pembudayaan perlu meliputi proses inkulturasi maupun akulturasi (Sudarminta,
1994:25)
(7)
Merumuskan konsep Panca Pasetia: Membebaskan diri dari diskrimasi, pemerataan
kesejahteraan, mengkritisi praktek penyelewengan, yang
negatif ditempatkan dalam orientasi nilai yang
menuntun, dan perlu penanaman
nilai-nilai
(8)
Memperhatikan aspek pendidikan jasmani untuk keutuhan
pertumbuhan manusia
(9)
Memperhatikan pelatihan terhadap potensi pancaindera untuk
menjadi peka, teliti melalui pengamatan/observasi dan eksperimen terintegrasi dengan
kegiatan
budi
(10)
Memberi penghargaan terhadap pekerjaan tangan sebagai bagian integral dari pendidikan. Peserta
didik perlu dilatih dan dikembangkan keterampilannya
untuk pekerjaan tangan
(11)
Keseimbangan pendidikan moral
dan
agama sebagai beberapa cara
untuk memberi pengertian, menyadarkan, dan membiasakan agar peserta didik dibimbing
dengan terang akal budinya
(12)
Memperhatikan pendidikan keluarga
(bapak-ibu-anak)
(13)
Berpikir progresif melalui pengembangan kemampuan
komunikasi dengan sesama
melalui pengkajian bahasa daerah, nasional, maupun
internasional, serta
penguasaan berbagai sarana telekomunikasi canggih
(14)
Pendidikan berbasis anak. Pendidikan dengan
tawaran dan tantangan selalu
harus disesuaikan dengan fase-fase
perkembangan peserta didik (Sudarminta, 1994: 28). Pendidikan yang selalu berubah menyesuaikan perkembangan jaman harus
disesuaikan dengan tahap
perkembangan peserta didik.
(15)
Pendidikan berbasis sejarah, untuk bisa berkembang secara sehat, peserta didik perlu dibantu
untuk mengenali dan menerima
fakta masa lampaunya
(16)
Tujuan akhir pendidikan
adalah
kebebasan.
Manusia sebagai makhluk bebas diartikan
sebagai manusia
adalah merdeka. Driyarkara
(Sudiarja 2006: 60) mengatakan merdeka memiliki dua anasir, yaitu anasir pikiran dan anasir kemauan. Merdeka
baik dalam hal berpikir dan berkehendak. Kemerdekaan mensyaratkan adanya kebebasan berpikir dan berkehendak. Kemerdekaan berarti kebebasan dari ikatan
tapi bertanggung jawab.
(17)
Peserta didik
adalah
subjek pendidikan.
Penempatan peserta
didik sebagai
subjek berarti mensyaratkan adanya komunikasi antar pendidik dan peserta
didik dan mereka dipandang sebagai pribadi yang unik yang membutuhkan perhatian yang
berbeda antara pribadi yang satu dengan yang
lain. Guru merupakan fasilitator bukan instuktor atau komandan yang
hanya
memberikan perintah-perintah
Kelemahan
(1) Menyamakan pendidikan dengan proses pembimbingan anak
yang belum dewasa dari orang yang
sudah dewasa juga dapat bermakna negatif yaitu pendidikan dengan selalu menggunakan pola
atas-bawah, atau model
indoktrinasi. Pola ini kurang memberi ruang
terhadap terjadinya proses dialog- egaliterian. Pola atas-bawah dalam model pendidikan ini mengasumsikan yang
di atas selalu memberi dan yang di bawah selalu
diberi. Ivan Illich
memberi
kritik
model pendidikan ini sebagai pendidikan konsep “banking”
atau “the banking
concept of
education”.
Implementasi model
pendidikan ini
adalah
anak menyimpan informasi dari
guru,
dan
guru menagih (mengambil simpanan) berupa ulangan (Sudarminta, 1994:10)
(2) Baru
sebatas pemikiran pendidikan yang terkonsep, dalam tataran praktis pada jenjang
pendidikan, juknis nya belum terpaparkan atau belum dilaksanakan sebagai pilot project atas pemikiran beliau. Artinya
implementasi pemikiran beliau belum terintegrasi dilaksanakan dari pendidikan
dasar hingga menengah, baru ke pendidikan tingg. Jika memang falsafah beliau
menjadi spirit penyelenggaraan di pendidikan tinggi yang ada sekarang ini maka
akan lebih baik jika mewarnai juga bagi pendidikan dasar dan menengah
(3) Membutuhkan
figure calon guru yang religi, nasionalis, berkarakter, pengabdi, berbudi luhur
dalam konsep pendidikan ini, tentunya melalui pembinaan atau pelatihan guru
yang tepat sasaran serta melalui jaminan atas hak-hak guru dan murid.
Subanar, G. Budi. (2013). Oase Driyarkara. Yogyakarta: Penerbit
USD.
Sudarminta. (1994). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Sudiarja, A. SJ,
dkk. (2006). Karya Lengkap
Driyarkara. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Komentar
Posting Komentar