Langsung ke konten utama

POLA PIKIR GENETIK: METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN

RESUME MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN
SUB MATERI : POLA PIKIR GENETIK


A.      Landasan Umum
Manusia menjalankan fungsinya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk berbudaya. Sebagai makhluk yang berakal, manusia berada dalam siklus kehidupan. Dimulai dari masa kandungan-lahir ke dunia maka manusia melewati fase-fase perkembangan dan pengalaman, baik secara fisik, mental, maupun ruhani nya. Manusia mengalami perkembangan dari yang lebih elementer ke yang lebih sempurna, atau dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, dan lain-lain yang disebut sebagai proses. Dengan demikian, secara logis manusia akan memiliki dokumentasi atas pikirannya, sikapnya, aktivitasnya dalam menjalani kehidupan, baik secara individu maupun ketika berada dalam keseluruhan atau kolektivitas di dunia. Artinya, manusia tidak bisa lepas dari keterkaitan, dari hubungan, dari keterpaduan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat pemikiran, sikap, dan aktivitas terwujud.
Berdasarkan pengalaman itulah, manusia yang berpikir kritis inovatif berusaha untuk mengingat, mempelajari, memaknai masa lalu sebagai bagian dari proses peradaban, dari keberhasilan, dari kegagalan, dan sebagainya. Selanjutnya manusia akan melakukan terobosan pikiran dengan melakukan perencanaan agar kehidupan dalam konteks pikiran, sikap, dan aktivitas di masa depan sesuai dengan harapan.
Manusia akan merasa bahwa fakta kemanusiaan menjadi instrumen penting yang andil dalam penciptaan makna, baik dalam kepentingan lahir maupun batin, fisik maupun mental, duniawi maupun ukhrawi.  Artinya, manusia sebagai pelaku, subjek utama kehidupan ini melahirkan karya, budi daya, ilmu pengetahuan, perilaku, berada dalam konteks lingkungannya, yaitu lingkungan sosial, berinteraksi bersama manusia lain dalam komunitasnya, dalam budayanya, adatnya, perilakunya sebagai bagian dari proses adaptasi atau untuk menjaga eksistensinya. Dengan demikian telaah manusia tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor eksternalnya.



B.       Pola Pikir Genetik
Secara umum pola pikir genetik.ini memandang bahwa manusia sering mengikuti pola pikir proses perkembangan, pola pikir sejarah. Pola pikir ini berusaha memaknai sesuatu berdasarkan asumsi bahwa segala sesuatu itu berkembang. Telaah perbandingan agama-agama Semitik termasuk pada pola pikir ini.
Lebih lanjut macam tata pikir genetik meliputi:
a)   pola pikir evolusioner, memaknai segala sesuatu itu berkembang, dan melalui proses panjang dalam arti waktu. Di dalamnya ada proses tumbuh, adaptasi, seleksi, dan persaingan dalam telaah makro. Dalam arti perkembangan onto-genesis mengikuti perkembangan filogenesisnya, dalam arti mikro evolusioner adalah perkembangan fungsi intern dalam ontogenesisnya. Contoh dalam terapan adalah lahirnya teori Darwin tentang evolusi, dan teori genetik Mendel.
b)   pola pikir historik, pemaknaan perkembangan waktu lampau lebih dominan. Contoh dalam terapan adalah teori perkembangan sejarah dari Toynbee yang sekaligus mengikuti pola pikir evolusioner. pola pikir historik, pemaknaan perkembangan waktu lampau lebih dominan. Contoh dalam terapan adalah teori perkembangan sejarah dari Toynbee yang sekaligus mengikuti pola pikir evolusioner. Arnold J. Toynbee adalah seorang sarjana Inggris yang mampu menggambarkan sejarah  dengan tulisannnya yang berjudul “ A Study Of History” berisi 12 jilid dan merupakan hasil penyelidikan dari 21 kebudayaan yang sudah sempurna seperti Yunani-Romawi, Maya (Amerika Serikat) dan lainnya. Toynbee merupakan penulis besar, menghasilkan karya yang tidak terhitung jumlahnya tentang agama, sejarah kuno dan modern, peristiwa kontemporer, dan hakekat sejarah. Setelah menamatkan studinya pada tahun 1912, Toynbee menjelajahi situs-situs sejarah di Yunani dan Itali. Menurut Toynbee, bahwa seluruh kebudayaan itu  sama dengan civilization yang artinya wujud dari seluruh kehidupan. Sedang gerak sejarah berjalan melalui tingkatan-tingkatan yaitu; lahirnya kebudayaan, perkembangan kebudayaan dan runtuhnya kebudayaan
c)    pola pikir prediktif Haler, memperkirakan perkembangan berikutnya mengikuti perkembangan linier yang lampau dalam bentuk usaha-usaha. Linier naik atau turun. Misal berdasarkan data penerimaan mahasiswa maka ada kecenderungan mengalami penurunan. Pola pikir prediktif berusaha menaikkan mahasiswa melalui promosi ke sekolah-sekolah, membuat sel-sel dari berbagai dareah dan pulau. Dalam konteks penelitian maka pola pikir ini menghargai, mengakui keberadaan (appreciation, gratitude, blessing). Peneliti akan memberikan saran-saran evaluatif berdasarkan kajian fakta dan teori.
d)   pola pikir antisipatif, mengakui perkembangan linier terduga dan tak terduga. Dalam memprediksi masa depan memasukkan unsur idealisme, menciptakan kondisi agar perkembangan masa depan sesuai harapan. Tokohnya adalah Alvin Toffler dan Daniel Bell. Alvin Toffler adalah seorang penulis Amerika dan futuris, dikenal karena karya-karyanya membahas teknologi modern, termasuk revolusi digital dan revolusi komunikasi, dengan penekanan pada efek mereka pada budaya di seluruh dunia. Melalui karyanya (the Third Wave, 1980), ia meramalkan kemajuan teknologi seperti kloning, komputer pribadi, internet, televisi kabel dan komunikasi mobile. Fokusnya kemudian, melalui judul Powershift (1990), tentang kekuatan peningkatan perangkat keras militer abad ke-21 dan proliferasi teknologi baru. Sedangkan Daniel Bell adalah seorang sosiolog Harvard University, dengan karyanya In The Coming of Post-Industrial Society: A Venture in Social Forecasting (1973) menjelaskan munculnya masyarakat pasca-industri yang sekarang digunakan secara luas tentang prinsip-prinsip baru inovasi, mode baru organisasi sosial, dan kelas-kelas baru dalam masyarakat, di mana manusia tidak lagi bekerja menghasilkan barang dan jasa namun akan dipimpin oleh informasi dan berorientasi layanan. Ada tiga komponen untuk masyarakat pasca-industri, yaitu pergeseran dari manufaktur ke jasa, sentralitas industri berbasis ilmu pengetahuan baru, munculnya elit teknis baru dan munculnya sebuah prinsip baru stratifikasi. Bell juga membedakan tiga aspek dari masyarakat pasca-industri: data, atau informasi yang menggambarkan dunia empiris, informasi, atau organisasi yang data ke sistem yang berarti dan pola seperti analisis statistik, dan pengetahuan, yang dikonsep Bell sebagai penggunaan informasi untuk membuat penilaian.
e)    pola pikir kontekstual, melihat adanya keterkaitan antara perkembangan masa lampau-kini-mendatang,
f)    pola pikir morfogenetis, mengakui bahwa perkembangan berlangsung kualitatif, kuantitatif, dan berkelanjutan (Muhadjir, 2016:83-84).


C.      Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik merupakan teori dalam sosiologi sastra. Strukturalisme genetik memiliki arti penting, karena menempatkan karya sastra sebagai data dasar penelitian, memandangnya sebagai suatu sistem makna yang berlapis-lapis yang merupakan suatu totalitas yang tak dapat dipisah-pisahkan (Damono, 1979:42). Hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang turut mengkondisikan penciptaan karya sastra, walaupun tidak sepenuhnya di bawah pengaruh faktor luar tersebut. Penelitian strukturalisme genetik semula dikembangkan di Perancis atas jasa Lucien Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldmann selalu menekankan latar belakang sejarah. Karya sastra di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sastra sekaligus merepresentasikan kenyataan sejarah yang mengkondisikan munculnya karya sastra. Menurut Goldmann, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk, 1999:12). Goldmann percaya pada adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat sebab keduanya merupakan produk di aktivitas strukturasi yang sama (Faruk, 1999:15).
Studi strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama, hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Oleh karenanya, seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan sendiri, sebab pada dasarnya pengarang akan mengacu pada suatu pandangan dunia secara kolektif. Pandangan dunia tersebut juga bukan hasil kenyataan saja, tetapi juga merupakan sebuah refleksi yang diungkapkan secara imajinatif (Endraswara, 2003: 56). Peneliti akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Unsur intrinsik itu terdiri dari: (1) tema; (2) plot; (3) tokoh; (4) setting; dan (5) point of view. Sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra terdiri dari: (a) latar sosial budaya; (b) amanat; (c) biografi pengarang; dan (d) proses kreatif penciptaan karya.
Pada prinsipnya teori ini melengkapi strukturalisme murni yang yang hanya menganalisis karya sastra dari aspek intristiknya saja dan memakai peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas. Strukturalisme genetik memasukan faktor genetik dalam karya sastra, genetik sastra artinya asal usul karya sastra. Faktor yang terkait dalam asal muasal karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan saat karya sastra itu diciptakan. Teori strukturalisme genetik bermula dari tiga fundamental perilaku manusia yang merupakan hakikat hubungan manusia dengan lingkungannya. Tiga ciri itu adalah (1) adanya kecenderungan manusia menyesuaikan diri terhadap realitas lingkungannya sehingga sifat hubungan tersebut rasional dan bermakna; (2) adanya kecenderungan terhadap konsistensi menyeluruh, dan penciptaan bentuk-bentuk struktural; (3) adanya sifat dinamik, misalnya adanya kecenderungan mengubah dan mengembangkan struktur tersebut (Yasa, 2012:28).
Sebagai sebuah teori, strukturalisme genetik merupakan sebuah pernyataan yang dianggap sahih mengenai kenyataan. Konsep dasar yang mencakup teori tersebut yaitu (1) fakta kemanusaiaan, (2) subjek kolektif, (3) pandangan dunia, dan (4) pemahaman serta penjelasan. Damono (1979: 46) berpendapat bahwa metode yang dipergunakan Goldmann untuk mencari hubungan karya dengan lingkungan sosialnya adalah strukturalisme historis, yang diistilahkannya sebagai “strukturalisme genetik yang digeneralisir”. Goldmann sebelumnya meneliti struktur-struktur tertentu dalam teks kemudian menghubungkan struktur-struktur tersebut dengan kondisi sosial dan historis yang konkrit dengan kelompok sosial dan kelas sosial yang mengikat si pengarang dan dengan pandangan dunia kelas yang bersangkutan.
Contoh judul penelitian yang menggunakan teori strukturalisme genetic adalah (1) Ritual Dan Tradisi Masyarakat Bali Dalam Kumpulan Cerita Pendek Perempuan Yang Mengawini Keris Karya Wayan Sunarta: Suatu Pendekatan Strukturalisme Genetik, (2) Novel Opera Jakarta karya Titi Nginung (Tinjauan Strukturalisme Genetik) oleh Novia Maharani Handayani (2006).
D.      Pendekatan Genetik dalam Penelitian Kualitatif
Pada penelitian kualitatatif , studi kasus pendekatan genetik berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu lama. Studi kasus genetik berusaha memahami perkembangan pribadi, kelompok, lembaga, bahkan perkembangan masalahnya. Studi kasus lebih bersifat penjelajahan dan kesimpulannya lebih bersifat deskriptif. Desain yang paling sederhana adalah studi kasus tunggal yang dapat dipelajari secara longitudinal atau simultaneous cross sectional. Analisis studi kasus menyangkut objek-objek seperti karakteristik pribadi, telaah sifat khasnya, masa lampaunya. Simultaneous cross sectional dapat berupa perkembangan bahasa pada anak dengan mengambil objek anak usia balita, usia SD, usia SMP, dan usia SMA (Muhadjir, 2016: 64).


E.       SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pola pikir genetik memandang bahwa manusia sering mengikuti pola pikir proses perkembangan, pola pikir sejarah. Pola pikir ini berusaha memaknai sesuatu berdasarkan asumsi bahwa segala sesuatu itu berkembang dari masa lampau-kini-mendatang. Terdapat pola pikir evolusioner, historis, prediktif, antisipatif, kontekstual, morfogenesis dengan fokus berdasar karakteristiknya.
Dalam perkembangannya, pada penelitian  karya sastra, berkembang strukturalisme genetik di Perancis atas jasa Lucien Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldmann selalu menekankan latar belakang sejarah. Karya sastra di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sastra sekaligus merepresentasikan kenyataan sejarah yang mengkondisikan munculnya karya sastra. Unsur intrinsik terdiri dari: (1) tema; (2) plot; (3) tokoh; (4) setting; dan (5) point of view. Sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra terdiri dari: (a) latar sosial budaya; (b) amanat; (c) biografi pengarang; dan (d) proses kreatif penciptaan karya. Pada penelitian kualitatatif , studi kasus pendekatan genetik berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu lama. Studi kasus genetik berusaha memahami perkembangan pribadi, kelompok, lembaga, bahkan perkembangan masalahnya.













DAFTAR PUSTAKA


Damono, Sapardi Djoko 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhadjir, Noeng. 2016. Metodologi Penelitian: Paradigma Positivisme Objektif, Phenomenologic Interpretif, Logika Bahasa Platonis, Chomskyst, Hegelian & Hermeneutik, Paradigma Studi Islam, Matematik Recursion-, Set Theory & Structural Equation Modeling dan Mixed. Edisi VI Pengembangan Cetak Ulang 2016. Yogyakarta: Rake Sarasin



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Perbandingan Filsafat Pendidikan Aliran Esensialisme dan Perenialisme

Aliran/ Aspek Esensialisme Perenialisme Konsep pendidikan ü Berakar dari filsafat idealisme dan relisme (Ornstein & Levine, 1985:189; Knight dalam Arif, 2007:176) ü Prinsip sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasar, belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan, guru adalah lokus otoritas ruang kelas (Knight dalam Arif, 2007:178-180) ü K a um e s e ns i a l i s y a kin a da b e b e r a p a k e a hl i a n y a ng m e mb e rik a n kontribusi te r h a d a p k e b a ikan man u sia, di a nta ra n y a memb a ca , menuli s , d a n b e rhitun g , s e r t a t i nd a k a n   sos i a l   y a n g  rasional ü P e ndid i k a n   me r up a k a n   p e rsi a p a n   b a g i w a r ga ma s y a r a k a t y a n g b e r a d a b ü B a g i e s e nsialis dipe r lukan g u r u y a n g d e w a s a , m e ma h a mai p e laj a r a n, d a n mampu menstr a n f o r masik a n p e ng e tahu a n d a n ni l