Langsung ke konten utama

PARADIGMA KUANTITATIF MATEMATIK: Metodologi Penelitian Pendidikan





PARADIGMA KUANTITATIF MATEMATIK : 
TINJAUAN FILOSOFIS, TEORITIS, DAN METODOLOGIS
(Paradigma Kesatu)


Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
Dibina oleh Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir










Disusun Oleh
URIP TISNGATI
NIM: 16703261064





DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………………          i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………         ii
BAB I   PENDAHULUAN………………………………………………………………          1
A.    Latar belakang ………………………………………………………………           1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………………………              3
C.     Tujuan Penulisan .…………………………………………………………              3
D.    Manfaat Penulisan…………………………………………………………              3
BAB II PEMBAHASAN.…………………………………………………………………         5
A.    Landasan Filosofik dan Teoritik Paradigma Penelitian Kuantitatif ………              5
B.     Landasan Metodologik Penelitian Kuantitatif ……………………………            10
C.     Perkembangan Metodologi berdasar Logika Matematika Mutakhir .………          13
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………       15
DAFTAR PUSTAKA……….……………………………………………………………         17













BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Manusia yang menyadari dirinya berbeda dengan makhluk hidup lain, yaitu hewan dan tumbuhan akan berfikir untuk menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk berkembang dan tumbuh sehingga menjadi manusia sejati. Artinya, manusia akan menyadari sebagai makhluk Tuhan- Dzat yang secara logis akan berbeda dengan makhluk yang diciptakan sehingga akan berbuat yang manusiawi dan logis. Manusia diberikan potensi oleh Tuhan tersebut berupa akal-rasa-kehendak sehingga bagi manusia yang berfikir akan berusaha mencari kebenaran, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang datang setiap saat.
Pencarian kebenaran membutuhkan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman. Dengan potensi akal, manusia dapat membedakan hal yang baik atau buruk, hal yang berguna atau tidak, hal yang benar atau salah, dan sebagainya. Kepemilikan ilmu berpikir itulah yang sebenarnya sudah menciri pada manusia selagi hidup. Manusia berfikir untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan, menghindari hal-hal yang merugikan, melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Upaya manusia yang satu dengan manusia lainnya untuk senantiasa mendapatkan apa yang dipikirkan, diharapkan, diusahakan akan mungkin berbeda. Ini karena tiap orang mempunyai otak yang berbeda. Artinya, kapasitas otak manusia menentukan tingkat keberhasilannya dalam mencapai tahapan dan proses berpikirnya.Tiap otak manusia berbeda dalam hal bekerja menerima, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi. Dampaknya adalah hasil fikiran yang berupa pengetahuan, sikap, dan perbuatan akan berbeda. Ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan manusia dinamis seiring dengan pengalaman berfikirnya dan pengalaman lainnya seperti hasil petunjuk atau pemberitahuan.
Rasa ingin tahu manusia terus ada yang menuntun manusia dapat mengetahui hakekat diri, hakekat Tuhan, hakekat lingkungan, hakikat dunianya dan hakekat kehidupan sesudah kematian meskipun dalam batas nalar dipelajarinya. Proses inilah yang menuntun manusia haus dengan ilmu pengetahuan, haus dengan kebenaran. Proses pencarian ilmu pengetahuan dalam rangka menemukan kebenaran tersebut memerlukan kerja sistematis, objektif, rasional terhadap objeknya. Dengan kata lain bahwa ilmu pengetahuan merupakan hasil dari kegiatan ilmiah berdasarkan landasan berfikir, landasan teori yang tersistem sebagai bentuk penelitian.
Penelitian dilakukan manusia untuk menjawab permasalahan kehidupan. Secara logis, ada fakta-fakta atau premis-premis yang mendasari manusia ingin memecahkan permasalahan dengan metode ilmiah. Apa yang dapat dilakukan manusia pada tahap awal berfikir ketika menghadapi masalah, fakta, atau fenomena adalah menduga. Sebagai manusia yang berakal maka manusia akan menduga berdasarkan pengetahuannya kemudian mencoba menjelaskan atau berteori untuk memberikan jawaban sementara. Inilah yang dimaksud sebagai proses berfikir deduktif dan jawaban sementara dari proses berfikir tadi disebt hipotesis.
Hipotesis dapat diterima sebagai tradisi ilmiah namun kebenarannya harus diuji melalui perekaman data di lapangan. Dengan demikian hipotesis selalu memiliki dua kemungkinan, ditolak atau diterima dan tidak keduanya. Penerimaan atau penolakan hipotesis penelitian dilakukan sesudah proses analisis data terhadap fakta baru hasil pengujian. Barulah dapat ditentukan kebenaran umum atau jawaban bergerak dari hal-hal khusus menuju hal-hal umum.
Proses pemecahan masalah yang dapat dianggap juga sebagai proses mencari kebenaran yang dilakukan manusia tersebut dilakukan dengan tingkat dan proses berfikir ilmiah yang berbeda-beda tiap manusia. Ada peneliti yang bekerja melalui berfikir kritis dan rasional saja dan ada peneliti yang melakukan pemecahan masalah dengan scientific research. Secara umum bahwa penelitan ilmiah akan melalui proses berfikir kritis dan rasional. Ini karena manusia memerlukan beberapa tahap dan proses dalam berfikir, yaitu menganalisis, mensintesis, atau menggeneralisasi informasi/ premis/ pernyataan. 
Kaitan dengan hal tersebut, dalam upaya mencari jawaban atau pemecahan masalah atau kebenaran dalam kegiatan penelitian maka diperlukan landasan-landasan filosofis yang tepat, selanjutnya dapat melakukan prosedur-prosedur ilmiah untuk pengumpulan data berdasarkan juga dengan landasan teori yang tepat. Ini berguna untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tiap manusia (peneliti) mungkin memiliki cara pandang keilmuan yang berbeda dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Fenomena bidang sosial, pendidikan misalnya tiap saat muncul dalam kehidupan sehari-hari manusia. Ini dapat berkaitan dengan kebijakannya, implementasinya, atau evaluasinya. Permasalahan manusia pada bidang pendidikan sangat kompleks karena melibatkan banyak elemen, seperti pembuat kebijakan atau pemegang kekuasaan, subjek pelaksana, objek, maupun pihak di luar sistem namun dapat berpengaruh terhadap keberhasilan capaian tujuan pendidikan. Metode penyelesaian permasalahan akan berbeda meskipun subjek dan objeknya sama ketika tempat atau waktu penelitian berbeda. Ini juga akan berbeda metodologinya ketika penelitiadan tujuan yang hendak dicapai berbeda bahkan meskipun subjek, objek, tempat, waktu sama.
Kenyataan yang sering terjadi, peneliti-peneliti pemula misal, belum memahami hakekat penelitiannya. Pengetahuan, sikap, dan tindakan peneliti belum menunjukkan prasyarat sebagai peneliti ilmiah yang ideal. Ini dapat disebabkan karena kurangnya kemampuan awal peneliti berupa proses berfikir yang rasional logis objektif, lemahnya pengetahuan teoritis terhadap permasalahan dan landasan untuk penyelesaiannya, kesalahan dalam memilih dan menggunakan cara pandang atau paradigma penelitian.
Penelitian yang banyak menggunakan data angka misalnya, berusaha mencari hubungan antar variable, berusaha memprediksi terjadinya sesuatu setelah penentuan hipotesis pastinya akan memiliki logika matematika yang berbeda dalam penyelesaiannya jika dikomparasikan dengan data-data berbentuk non angka atau tujuan penelitiannya mendeskripsikan saja apa adanya. Artinya, peneliti perlu membekali diri dengan pemahaman khusus tentang landasan berfikir yang tepat, landasan teoritis yang memadahi, serta memilih dan menggunakan metodologi yang tepat. Selanjutnya tema inilah yang menjadi fokus makalah ini yaitu landasan filosofis, teoritis, dan metodologis apa yang harus dipahami oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian kuantitatif.

B.  Rumusan Masalah
Makalah ini berusaha mengkaji paradigma penelitian kuantitatif dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa landasan filosofik dan teoritik paradigma penelitian kuantitatif?
2.      Apa landasan metodologik paradigma penelitian kuantitatif?
3.      Bagaimana perkembangan penelitian kuantitatif matematik mutakhir?

C.  Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Landasan filosofis dan teoritik paradigma penelitian kuantitatif matematik.
2.      Landasan metodologis paradigma penelitian kuantitatif matematik.
3.      Perkembangan penelitian kuantitatif matematik mutakhir.

D.  Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan memiliki kegunaan berikut ini:
1.      Mahasiswa, peneliti, dan pembaca dapat mengetahui, memahami, dan mendalami apa yang menjadi landasan filosofis paradigma penelitian kuantitatif.
2.      Mahasiswa, peneliti, dan pembaca dapat mengetahui, memahami, mendalami, dan mengkomparasi metodologi paradigma penelitian kuantitatif matematik.
3.      Mahasiswa, peneliti, dan pembaca dapat mengetahui, memahami perkembangan penelitian kuantitatif matematik mutakhir.


                                    


















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Landasan Filosofik dan Teoritik Paradigma Penelitian Kuantitatif
1.      Orientasi Umum Metodologi Penelitian Kuantitatif
Metode penelitian berbeda dengan metodologi penelitian. Metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metoda, kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan metoda yang digunakan. Sedangkan metoda penelitian mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam penelitiannya (Muhadjir, 1996: 3).
Pada tataran praktis, sering terjadi perdebatan dalam pemberian pengertian, definisi, atau dalam ranah aplikasinya. Ini karena pengetahuan, pemahaman, kemampuan berfikir kiritis orang berbeda. Dalam hal ini, menurut Muhadjir, setidak-tidaknya ilmuwan peneliti yang bersangkutan perlu tahu dia menggunakan landasan filsafat ilmu yang mana untuk metodologi penelitian yang digunakannya; sehingga yang bersangkutan sadar setidak-tidaknya dalam dua hal, yaitu sadar akan kelebihan dan kelemahan metodologi yang digunakan, dan sadar bahwa ada metodologi penelitian lain yang menggunakan landasan filsafat berbeda.
Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Di lingkungan filsafat, logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari logika (Muhadjir, 1996:4).
Rumusan substantif tentang apa itu kebenaran (truth) dikenalkan Michael William menjadi lima, yaitu kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatic, dan kebenaran a (dalam Borchart, 1996) serta kebenaran paradigmatic atau konstruktif (Muhadjir, 2001, 16-17). Kebenaran proposisi dapat diperoleh jika proposisinya benar. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks (h.17). Dalam logika proposisi maka kebenaran dapat bersifat formal (logika Aristoteles) dan logika materiil kategorik (Euclides). Kebenaran korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu relevan dengan sesuatu lain. Korespondensi relevan dibuktikan antara fakta dengan belief yang diyakini (h. 18). Kebenaran koherensi bermakna sesuatu yang koheren dengan sesuatu lain, ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hierarki yang lebih tinggi (skema, nilai, system) (h.18). Kebenaran structural paradigmatic berkembang dari kebenaran korespondensi. Namun, dalam praktik analisis statistic multi variable perlu dimaknai korespondensi keseluruhan struktur tata hubungan agar mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang menyeluruh (h. 18). Selanjutnya kebenaran pragmatik menampilkan teori kebenaran performatif dan pragmatik.
Secara filosofis, penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme. Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Cara pandang ini berkaitan dengan sifat deduktif, di mana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut diuji melalui pengumpulan dan lapangan menggunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau metode statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Kesimpulan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil. Penelitian kuantitatif sangat ketat yang bebas nilai namun menerapkan prosedur dan teori ilmiah guna melakukan ujinya, yaitu menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya.
2.      Metodologi Penelitian Kuantitatif: Pendekatan  Positivisme
Secara epistemologi paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu terdiri dari dua hal, yaitu pemikiran rasional dan empiris. Ukuran kebenaran terletak pada koherensi sesuai dengan teori-teori terdahulu) dan korespondensi (sesuai dengan kenyataan empiris). Kerangka pengembangan ilmu dimulai dengan proses perumusan hipotesis yang dideduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis pengembangan ilmu berputar mengikuti siklus logico, hipotetico dan verifikatif.
Berdasarkan pada karakteristiknya, metodologi penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan positivisme. Istilah positivisme digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar tahun 1825). Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Inggris, Francis Bacon (sekitar tahun 1600). Tesis positivisme adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan (Muhadjir, 2001:69).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Muhadjir, bahwa dalam perkembangannya, terdapat tiga positivisme, yaitu (1) positivisme sosial dengan tokohnya August Comte dan John Stuart; (2) positivism evolusioner dengan tokohnya Herbert Spencer dan Monisme; serta (3) positivisme kritis dengan tokohnya Mach dan Avenarus, Pearson, dan Petzolt. Filsafat positivistik August Comte membahas tentang penjenjangan sejarah perkembangan alam fikir manusia, yaitu teologik, metaphisik, dan positif. Alat penelitian pertama menurut Comte adalah observasi fakta, selanjutnya eksperimentasi, dan komparasi (h. 71). Positivisme evolusioner berangkat dari fisika dan biologi. Spencer berpendapat bahwa sosiologi merupakan disiplin ilmu teoritik yang mendeskripsikan perkembangan masyarakat manusia. Evolusi ditafsirkan sebagai hal dan gerak yang materialistik atau kesadaran yang spiritualistik. Sedangkan Wilhelm Wundt menampilkan teori paralelisme psikofisik, menentang monisme materialistik Lombrosso (h. 72). Dalam perkembangannya konsep evolusioner diperkaya dengan teori unsur kebebasan (Dewey) dan unsur baru dan kreatif (Morgan). Pada akhir abad XIX berkembang posotivisme kritis. Teori tentang konsep, hukum ilmiah, dan kausalitas pada positivisme kritis berbeda dengan positivisme tradisional. Menurut Mach dan Avenarius, fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas. Realitas merupakan sejumlah rangkaian hubungan beragam hal indriawi yang relatif stabil. Pemikiran adalah persepsi atau representasi dari sesuatu (h. 73). Menurut Pearson, konsep hukum merupakan suatu deskripsi tentang dunia luar dan bukan persepsi, sedangkan menurut Mach, hukum sebagai preskripsi tentang fenomena yang diharapkan. Konsep fungsi dalam matematika dipakai sebagai pengganti konsep sebab. Matematika berhasil menggunakan bentuk persamaan untuk menjelaskan sesuatu unsur dapat menjadi fungsi terhadap unsur-unsur lainnya (h.74).
Ilmu sosial abad XIX dipengaruhi oleh IPA. Permasalahan sosial dan moral kehidupan dianalisis dengan menggunakan logika induktif. IPA berusaha mencari kesamaan, keteraturan, dan konformitas agar dapat dibuat hukum dan prediksi yang berlaku umum. Salah satu prinsip utama dalam positivisme adalah penerapan prinsip variabilitas terhadap sesuatu sebagai benar (h. 79). Positivisme modern selanjutnya berkembang pada abad XX yang dikenal dengan positivistik logik, dikenalkan oleh A.E. Blumberg dan Herbert Feigel (1932). Positivism modern juga dikenal sebagai positivisme fungsional (Muhadjir, 2001:79) yang kerangka fikirnya menggunakan paradigma kuantitatif matematik, mengadopsi analogi biologik dan mekanik dalam telaah manusia.
Dan seterusnya senantiasa ada perkembangan pemikiran para ahli tentang kehidupan ini, tentang perubahan sosial yang terjadi ke arah pemikiran yang semakin terbuka, semakin bebas. Secara umum berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa positivisme sebagai pendekatan filosofis metodologi penelitian kuantitatif mengalami perkembangan dari pemikiran tradisional ke modern. Logika matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menjadi alat para ahli dan peneliti untuk menguji kebenaran berdasarkan fakta-fakta atau bukti empiris. Fakta diuji dengan landasan teoritik melalui serangkaian eksperimentasi, komparasi, analisis dengan instrumentasi yang menggunakan prinsip variabilitas sehingga dapat digeneralisasi.
3.      Metodologi Penelitian Kuantitatif: Pendekatan  Rasionalisme
Sudah dijelaskan pada awal bahwa filsafat yang mendasari penelitian kuantitatif adalah positivistisme. Namun tidak bisa ditolak bahwa semua filosof menggunakan dasar rasionalitas (Muhadjir, 2001:164). Ini dapat diterima secara logis bahwa manusia tetaplah makhluk yang dibekali akal, nalar untuk berfikir atas gejala atau fenomena, membuat hubungan, membuat prediksi, membuat keputusan. Pada perkembangannya rasionalitas terbagi menjadi kutub tujuan dan instrumental. Rasionalitas sebagai instrumen dimaknai bahwa logika matematika misalnya membantu sesuatu disiplin ilmu untuk memberikan eksplanasi atau inferensi agar telaahnya rasional, alasan-alasan atau penjelasan hubungan kausalnya dapat diuji kembali atau dapat diinferensikan. Hal tersebut berbeda dengan rasionalitas sebagai tujuan dengan tokohnya Aristoteles dan Emmanuel Kant yang lebih lanjut melahirkan filsafat idealisme dan rasionalisme. Dalam perkembaangan lebih lanjut, metodologi pengembangan ilmu banyak yang menggunakan rasionalitas sebagai instrumen sekaligus tujuan.
Rasionalitas merupakan konsep yang muncul sepanjang sejarah dan beragam arti, tetapi intinya adalah: tertata logis, generalisasi induktif, dan wisdom (Cohen dalam Muhadjir, 2001:166). Generalisasi induktif menjadi ciri positivisme. Tertata logis mengandung arti metodologis dan ontologis. Metodologis tertata logis berarti diikutinya prosedur menata obyek fikir secara logis. Sedangkan ontologis tertata logis berarti digunakannya hukum logika dan matematika bukan hanya membuat inferensi melainkan juga sebagai deskripsi tata relasi abstrak (h.166). Dijelaskan Muhadjir (2001:169) bahwa uji relevansi positivistik berdasar pembuktian kebenaran korespondensi yang linier inferensial dikembangkan lebih jauh oleh rasionalistik menjadi uji relevansi berdasar pembuktian kebenaran koherensi skematik rasional.
Kaitan dengan penelitian kuantitatif, dapat dikatakan bahwa logika rasional objektif menuntut laporan dengan menyajikan fakta yang empirik objektif dan yang rasional objektif. Kriteria objektivitas ditetapkan dengan beragam alternatif uji signifikansi mengikuti hukum-hukum matematik yang tidak bias (Muhadjir, 2016:338). Lebih lanjut dikatakan Muhadjir bahwa metodologi penelitian yang menggunakan argumentasi rasional empirik objekttif memiliki keunggulan untuk membuat telaah secara objektif, sesuai hakekat objek telaahnya.
Positivisme logik kuantitatif  membangun dan mengembangkan ilmunya (baik ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam) dengan menggunakan data rasional empirik indriawi obyektif dengan teknik uji mendasarkan teori matematik untuk pembuktian dan pengembangan ilmunya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kuantitatif, rasionalitas dapat dipandang sebagai tujuan dan instrumental. Artinya, fakta atau data empirik ditata dalam skema fikir logis menggunakan hukum logika dan matematika yang rasional, selanjutnya dilakukan uji kebenaran korespondensi sesuai prosedur dalam metodologi ilmiah guna generalisasi induktif yang rasional objektif berdasarkan kriteria objektivitas mengikuti hukum matematika yang tidak bias.




B.  Landasan Metodologik Penelitian Kuantitatif : Logika Matematika
Melalui cross section, logika klasik bahwa all are completely infinite dipotong menjadi infinite. Fakta-fakta objektif dihimpun, dianalisis dan dipakai untuk membuat inferensi dengan menggunakan sistem logika matematik. Dalam perkembangannya, sistem logik dapat dibangun dengan teori probabilitas, seperti randomness atau keacakan. Dengan konsep ini penelitian dalam paradigma kuantitatif statistik dapat diefesienkan. Berikut ini aspek-aspek yang menjadi kajian utama kaitannya dengan metodologi penelitian kuantitatif matematik (Muhadjir, 2016:341-456).
a.    Teori probabilistik
Metode probabilitas klasik memandang memadahi bila hasil lempar uang logam menghasilkan sama banyak antara gambar satu sisi dengan gambar sebaliknya. Suatu kejadian dideskripsikan terhadap kejadian lain menggunakan diagram venn. Diagram venn mendeskripsikan interrelasi antar set dan digunakan uji validitas deduksi serta proof. Suatu kejadian dapat dikondisikan agar menjadi lebih baik menggunakan multiplication lawa.
b.    Variabel random dan probabilitas
Variabel random adalah variable hasil eksperimen, disajikan dalam nilai angka. Disebut variable random diskrit jika dideskripsikan dalam data diskrit atau ordinal. Distribusi probabilitas diskrit disajikan pada grafik axis horizontal pada nilai variable randomnya. Terdapat expected value atau mean sebagai pengukuran lokasi sentral variable random. Distribusi probabilitas diskrit yang digunakan untuk multi aplikasi disebut distribusi probabilitas binomial dengan rumus fungsi:
Distribusi probabilitas yang paling penting adalah distribusi variable random continuous atau disebut distribusi probabilitas normal standar jika nilai mean sama dengan nol dan standar deviasi satu. Cara mengujinya denga uji homogenitas, uji kurva linier.
c.    Data
Terdapat tiga jenis data, yaitu data diskret, data nominal, data ordinal, interval, dan rasio. Data nominal atau data diskret adalah data yang memilah seperti jenis pekerjaan , jenis kelamin, tempat tinggal, dan lain-lain. Data nominal dapat diubah menjadi data ordinal seperti tingkat pendidikan berdasarkan jenjang SD, SMP, SMA, S1 dengan bentuk skor 1, 2, 3,4 serta data tingkat penghasilan, dan sebagainya yang dapat dikembangkan juga menjadi data interval berdasarkan rentang atau jarak tertentu. Data interval dan data rasion dapat diolah dengan beragam teknik statistic.
Konsep dasar matematik induktif adalah jika segala populasi dalam kondisi objektif atau acak adalah homogen dan akan disajikan dalam probabilitas distribusi normal guna dianalisis lebih lanjut. Data pada eksperimen disebut data variable random. Distribusinya dikondisikan oleh treatment eksperimennya.
d.   Statistic inferensial
Dalam logika matematika dikenal statistic deskriptif dan statistic inferensial. Konsep sentral inferensial adalah tendensi sentral dan variasi. Mean dan standar deviasi dari populasi disebut bilangan parameter, sedangkan dari sampel disebut bilangan statistik. Untuk membuat inferensi statistic efisien mencari mean dan standar deviasi dari sampel (hypothesis testing) untuk membuat inferensi pada populasi, atau mencari estimasi parameter.
Uji sampel mensyaratkan uji normalitas data dengan uji linieritas dan homogenitasnya sebelum uji inferensial. Setelah uji hipotesis maka dilakukan uji signifikansi, mengukur seberapa tarafnya kepercayan kebenaran hipotesis tersebut jika diterapkan pada populasinya, misal menggunakan z-score. Dengan statistic inferensial dapat dibuat prediksi atau estimasi keberlakuan hasil penelitian pada populasinya (generalisasi).
e.    Metodologi pengumpulan data
Ada sejumlah metode untuk pengumpulan data seperti tes, kuesioner, interviu, dan observasi. Masing-masing memerlukan pembahasan teoritis dan kepentingan praktis sebagai dasar pemilihannya agar optimal hasilnya. Metode pernyataan tertulis terbagi atas metode sensus, referendum, polling, survei, angket, kuesioner. Ketika memilih metode interviu maka ada tiga jenis keterlibatan peneliti, yaitu menjadi : 1) partisipan, 2) quasi partisipan, dan 3) partisipan. Agar terjaga objektivitasnya maka perlu memakai acuan atau memakai guide. Selanjutnya pada metode observasi paradigm kuantitatif memerlukan perangkat tambahan seperti ada guide, check list, perskalaan, atau performance test.
f.     Populasi dan sampling
Penetapan populasi menjadi sangat penting pada paradigma penelitian kuantitatif. Randomness menjadi konsep sentral. Indikator apakah suatu populasi dapat dikenai random sampling adalah homogenitas populasinya. Korelasi signifikan antarunsur pada populasi atau subpopulasi dapat menjadi dasar sampling seperti halnya berusaha mengamati sebaran data untuk dicari normalitas distribusinya.
g.    Kualitas instrumen
Data yang handal dalam paradigma penelitian kuantittaif adalah adanya bukti bahwa populasi homogen dan instrumennya memiliki kualitas, seperti memenuhi syarat reliabilitas dan validitas. Reliabilitas diartikan dengan keajekan atau konsistensi, kestabilan, dan dependability. Metode estimasi reliabilitas dengan split half (belah dua) dapat dilakukan dengan rumus Moser 54, rumus Rulon 67, rumus Flanagan 19, Kuder Richardson 20 atau 21, atau koefisien Alpha dari Cronbach. Uji reliabilitas untuk speed test menggunakan rumus Gulliksen 26.
Menurut Johnson & Christenson (2004), ada empat validitas, yaitu statistical conclusion, internal, construct, & external validity (dalam Muhadjir, 2016:353). Statistical conclusion menunjuk validitas atas bukti korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen. Internal validity menunjuk inferensi berdasar unsur-unsur di dalam alat ukur itu sendiri.  Validas internal menurut Johnson & Christenson menentukan apakah hubungan kausal antara variable-variabel yang diteliti baik untuk tujuan deskriptif, ekplanasi, eksploratif, prediksi atau pengaruh dideskripsikan lewat manipulasi variable independen (causal relation). Inilah pemaknaan statistic yang baru dibandingkan dengan pemaknaan statistic lama yang banyak menggunakan statistic parametrik dengam analisis parsial dan analisis jalur. Content Validity merupakan uji validitas antarsubklaster atau subtotal atau item dengan total score nya. Validitas eksternal merujuk bahwa hasil studi dapat digeneralisasikan pada dan antar populasi dalam variasi antar orang, antar setting, antar waktu, antar hasil, dan antar treatment. Metode yang penting adalah 1) population validity, 2) accessible population, 3) ecological validity, 4) temporal validity, 5) outcome validity, 6) construct validity, dan 7) criterion-related validity.

C.  Perkembangan Metodologi berdasar Logika Matematika Mutakhir
Metodologi rasional empirik objektif kuantitatif mengalami revolusi dengan perkembangan logika matematik mutakhir. Sejak tahun 1960-an sampai dengan awal abad XXI ini. Lebih lengkap diuraikan berikut ini
1.      Mainstream logika matematika induktif mengembangkan recursion theory.
2.      Mainstream logika aksiomatik Euclides dengan pencermatan Cantor pada awal abad ke-20 M, dikembangkan Cohen pada 1960 bahwa keniscayaan atau necessity atau ketidakmustahilan itu tidak terbatas. Sehingga, tidak dapat lagi ditampilkan aksioma yang mampu mencakup seluruh keniscayaan. Maka dikembangkan set theory dan meninggalkan logika aksioma Euclides.
3.      Implementasi set theory menjadi pengembangan model mainstream yang semakin dominan dalam analisis matematika mutakhir, dikenal Structural Equation Modelling (SEM). Analisa untuk membuktikan model dalam struktur.
4.      Mainstream logika klasik all are completely infinite ditawarkan dua program Hillbert, yaitu mengembangkan yang infinite dalam program: mathematic consistency system dan nonmathematic constructive system. Program Mathematic consistency system berkembang menjadi proof theory dan program nonmathematic constructive system berkembang menjadi paradigma (Muhadjir, 2016:339).
Dapat diuraikan bahwa axiomatic logic merupakan model logika matematik deduktif dengan axioma. Sesuatu kebenaran dibuktikan berangkat dari pengakuan kebenaran umum deduktif yang disebut teori. Empiri-empiri diuji dengan cara dicocokkan dengan teorinya. Bangunan teori akan disebut hipotesis yang belum diuji dengan empiri. Hipotesis yang telah teruji pada empiri akan disebut sebagai tesis. Dalam pemikiran axiomatik, ada tesis yang tidak perlu dibuktikan karena pekerjaan akan berkepanjangan bila setiap titik berangkat berfikir dibuktikan lebih dahulu. Tesis yang dipakai untuk titik berangkat dan tidak perlu dibuktikan,dan kalau dituntut dibuktikan dapat dibuktikan, dalam matematika disebut axioma.Pemikiran Cantor, dan selanjutnya Cohen pada tahun 1960 menemukan bahwa axiomatic logic diragukan atas bukti bahwa keniscayaan benar itu luas sekali, dan kemungkinan benar itu terbatas sekali, sehingga kebenaran tidak dapat lagi dipayungi oleh aksioma kita,theoreem kita. Akan selalu saja ada kemungkinan tidak tercakupnya semua keniscayaan, dan menjadi mungkin salah dari aksioma ataupun theoreem kita. Dengan demikian kebenaran yang diandalkan pada kebenaran axiomatik ataupun kebenaran theorem perlu diganti dengan kebenaran deduktif dengan set theory, sesuatu axioma theorem benar dalam set tertentu saja. Dalam logika matematik ini menjadi memungkinkan terciptanya axioma atau theoreem baru dalam set lain. Berangkat dari set theory dikembangkanlah permodelan dengan menggunakan teknik statistik yang canggih dan berkembanglah teknik statistik seperti Lisrel dan Item Response Theory.Kebenaran yang dijangkau dengan teknik Lisrel ataupun IRT, meskipun canggih sebatas benar dalam model tersebut lebih mendasar dan elementer berdasar set theory kebenaran yang dijangkau logika matematik sebatas setting penelitian yang bersangkutan.
Kalkulus universal merupakan model logika matematik induktif. Kalkulus antar jenis menjadi telaah logika ini di mana eksperimen ilmu pengetahuan alam tidak dapat menggunakan kalkulus formal proposisi dalam jenis yang digunakan pada model logika Aristoteles. Sejak berkembangnya uji eksperimental dibutuhkan uji antar jenis. Jenis panas diuji relevannya dengan tingkat didih, dengan berat jenis, dengan tekanan udara, dari zat cair, misalnya. Ketika uji proposisi model logika Aristoteles dalam jenis tidak dapat digunakan maka ditemukan logika matematik uji relevansi empirik antar jenis,. Inilah yang kemudian disebut kalkulus universal. Model logika kalkulus antar jenis ini mendominasi IPA eksperimental positivistik yang menggunakan uji induktif antar jenis. Sejak tahun 1960 berkembang teknik uji secara rekursif data-data statistik yang diperoleh dengan rotasi, iterasi, dengan pengembangan matrikal dan lain-lain cara untuk memperoleh pembacaan data yang lebih baik.
Kemungkinan logika matematika mutakhir akan terus berkembang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menjadi manusia yang kreatif dan inovatif dalam mengoptimalkan fungsi berfikirnya terhadap fenomena ataupun imajinasinya guna mengatasi problematika manusia, dalam kehidupan di dunia. Dengan demikian rasional manusia akan lebih bernilai guna ketika bukti empirik dapat diolah berbekal logika, teori, metodologi menjadi hasil penelitian yang bermanfaat.
















BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.    Secara filosofis, penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme. Positivisme berakar pada empirisme. Secara epistemologi paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu terdiri dari dua hal, yaitu pemikiran rasional dan empiris. Ukuran kebenaran terletak pada koherensi sesuai dengan teori-teori terdahulu) dan korespondensi (sesuai dengan kenyataan empiris). Kerangka pengembangan ilmu dimulai dengan proses perumusan hipotesis yang dideduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis pengembangan ilmu berputar mengikuti siklus logico, hipotetico dan verifikatif. Positivisme sebagai pendekatan filosofis metodologi penelitian kuantitatif mengalami perkembangan dari pemikiran tradisional ke modern. Logika matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menjadi alat para ahli dan peneliti untuk menguji kebenaran berdasarkan fakta-fakta atau bukti empiris. Fakta diuji dengan landasan teoritik melalui serangkaian eksperimentasi, komparasi, analisis dengan instrumentasi yang menggunakan prinsip variabilitas sehingga dapat digeneralisasi. Dalam penelitian kuantitatif, rasionalitas dapat dipandang sebagai tujuan dan instrumental. Artinya, fakta atau data empirik ditata dalam skema fikir logis menggunakan hukum logika dan matematika yang rasional, selanjutnya dilakukan uji kebenaran korespondensi sesuai prosedur dalam metodologi ilmiah guna generalisasi induktif yang rasional objektif berdasarkan kriteria objektivitas mengikuti hukum matematika yang tidak bias.
2.    Landasan metodologik paradigma penelitian kuantitatif adalah logika matematika sebagai first order of logic. Dalam perkembangannya, sistem logik dapat dibangun dengan teori probabilitas, seperti randomness atau keacakan. Dengan konsep ini penelitian dalam paradigma kuantitatif statistik dapat diefesienkan. Untuk membuat inferensi statistic efisien mencari mean dan standar deviasi dari sampel (hypothesis testing) untuk membuat inferensi pada populasi, atau mencari estimasi parameter. Uji sampel mensyaratkan uji normalitas data dengan uji linieritas dan homogenitasnya sebelum uji inferensial. Setelah uji hipotesis maka dilakukan uji signifikansi, mengukur seberapa tarafnya kepercayan kebenaran hipotesis tersebut jika diterapkan pada populasinya, misal menggunakan z-score. Dengan statistic inferensial dapat dibuat prediksi atau estimasi keberlakuan hasil penelitian pada populasinya (generalisasi). Data yang handal dalam paradigma penelitian kuantittaif adalah objektivitas, adanya bukti bahwa populasi homogen dan instrumennya memiliki kualitas, seperti memenuhi syarat reliabilitas dan validitas.
3.         Metodologi rasional empirik objektif kuantitatif mengalami revolusi dengan perkembangan logika matematik mutakhir, seperti (1) logika matematik axiomatic logic ke logika deduktif set theory, (2) logika matematik induktif kalkulus universal diolah dengan recursion, (3) pengembangan logika matematik deduktif set theory ke model theory, (4) pengembangan dari logika klasik ke proof theory.
























DAFTAR PUSTAKA


Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi III. Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika

______________. 2001. Filsafat Ilmu: Positivisme, Postpositivisme, dan Postmodernisme. Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin

______________. 2016. Metodologi Penelitian: Paradigma Positivisme Objektif, Phenomenologic Interpretif, Logika Bahasa Platonis, Chomskyst, Hegelian & Hermeneutik, Paradigma Studi Islam, Matematik Recursion-, Set Theory & Structural Equation Modeling dan Mixed. Edisi VI Pengembangan Cetak Ulang 2016. Yogyakarta: Rake Sarasin








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Filsafat Pendidikan: Upaya rejuvenasi pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating”

Kemajuan teknologi yang spektakuler sebagai sarana yang positif dan juga berdampak negatif. Bagaimana upaya rejuvenasi pedagogic sebagai “the art and science of teaching and educating” dalam menghadapi tantangan itu? Alternatif Pemikiran: Dalam pemanfaatan teknologi, pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kemudahan dan kenyamanan semata. Teknologi hanya sebuah alat komunikasi-informasi, tidak lebih. Teknologi dalam pendidikan diharapkan tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai “robot” dan “budak” pendidikan. Dalam konteks ini perubahan global tidak harus ditentang, tetapi diatasi dengan pribadi-pribadi yang mendukungnya (Tilaar : 2005, p. 95). Menurut Tilaar, hanya akan memberikan tempat bagi perkembangan individu jika identitas budaya lokal dihormati sebagai tumpuhan bagi perkembangan setiap indvidu. Artinya, multikulturalisme dalam pendidikan nasional sangat relevan dengan desentralisasi pendidikan dan pengembangan demokrasi di Indonesia. Ini menjadi peran strategis dunia p

CAKRA MANGGILINGAN: Landasan Kurikulum

Landasan Pengembangan Kurikulum   (2) Pertemuan kedua Prof Dr Marsigit, M.A. (150317)  diawali dengan memberi tes singkat, tentang padanan kata. Berikut ini beberapa materi soal dan jawabannya di mana tekstual menggambarkan konteksnya (mengacu pada filsafat). Belajar = membangun Mengajar = memfasilitasi Guru = fasilitator Murid = subjek Logika = konsisten Nyata = cocok Cerdas = santun Pikiran = rasio Pancaindera = persepsi Formal = bentuk Penilaian = mencatat Serius = intens Waktu = relatif Mengulang = siklik Mengurangi = reduksi Menambah = sintesis Tetap = ideal Berubah = realita Diabaikan = ephoce Sama = identic Beda = kontradiktif Fakultas = kemampuan Nol = tiada Satu = esa Banyak = plural Kecil = mikro Besar = makro Di sana =di luar Di sini = di dalam Di atas = langit Di bawah = bumi Berhenti = mitos Terus = kontinyu Membaca = terjemah Menulis = direct Menyerah