Langsung ke konten utama

Hakikat Manusia

1.     Hakikat Manusia
Teringat pelajaran SD, “Apa cita-citamu? Menjadi manusia yang berguna bagi orang tua, keluarga, nusa dan bangsa, serta agama”. Berguna seperti apa yang diperlukan? Sering saya pun bertanya, untuk apa saya dilahirkan? Mengapa saya dilahirkan ke dunia? Pertanyaan-pertanyaan itu sering saya tanyakan dalam hati seiiring perkembangan fisik, emosional, dan kognitif.
Saya merasa memiliki tujuan hidup yang jelas setelah melalui proses pencarian jati diri, mengungkap siapa saya dan hakekat Tuhan. Kata kuncinya adalah menyadari, mengingat, dan merasakan. Saya menyadari sebagai “hamba” Allah, Tuhan yang saya percayai telah menciptakan kehidupan dan isinya. Allah SWT sebagai Dzat yang Mutlak Wujudnya, yang Awal dan Akhir. Dia yang paling berhak atas semua yang ada atas ciptaanNya. Saya menyadari bahwa saya berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Tidak bisa apa-apa tanpa Cinta dan KasihNya, tanpa Kehendaknya. Karena itulah sebagai manusia, maka saya secara logis harus “menghamba” kepada Allah SWT dengan cara Mengingat, sehingga saya akan dapat Merasakan WujudNya. Ini artinya, sebagai manusia, apapun yang saya jalankan selagi hidup adalah untuk “menghamba’ kepada Tuhan.
Menjadi manusia yang berguna? Yang bermanfaat? Konsep ini membawa saya pada pengertian:
ü Secara ontologis bahwa manusia memiliki peluang kesadaran untuk mengenal hakekat diri dan hakekat Penciptanya, mengetahui tujuan hidupnya; maka makna berguna, bermanfaat adalah ketika menyadari untuk hidup tidak sia-sia dalam arti manusia hidup untuk tujuan kemanfaatan diri, orang lain, dan makhluk lain melalui bekerja dan beribadah;
ü Secara etimologis bahwa manusia melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan hidupnya agar bermanfaat, dengan berbuat kebaikan dan ketakwaan, keimanan, menghindari larangan-larangan Tuhan;
ü Secara aksiologi, makna bermanfaat adalah ketika mampu memberikan nilai kegunaan bagi diri, orang lain, dan makhluk lain dalam makna materiil maupun spiritual; ketika mampu merasakan kebahagiaan karena telah berbagi dengan orang lain atau makhluk lain-bahagia karena usahanya bermanfaat dalam kedekatan dengan Tuhan.

Bagaimana dengan “manusia” lainnya? Manusia dibekali otak untuk berpikir (rasionalitas, kecerdasan, kognisi), fisik jasmani (motorik), hati untuk mengembangkan sisi emosional (sikap, nilai). Ini menjadi pertimbangan bagi manusia memiliki pandangan unik tentang makna hidup sebagai manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1)

Landasan Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pendidikan Matematika (1) PENGANTAR Ini merupakan pokok bahasan pertama perkuliahan “Kajian Kurikulum Matematika”, oleh Prof Dr Marsigit, M.A. Mata Kuliah ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan dan pelayanan kepada mahasiswa Program S3 Prodi Ilmu Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika, untuk membangun pemahaman dan memperoleh pengalaman mengembangkan Kurikulum Matematika dengan cara mengkaji, meneliti dan mensimulasikan Model Pengembangan Kurikulum Matematika. Kompetensi dasar sesuai dengan silabus beliau adalah “Mengkaji, memahami, menghasilkan,  mengelola dan menerapkan landasan pengembangan kurikulum matematika dan pendidikan matematika”. Kelas kami ada 9 orang perempuan semua, yaitu: Bu Salamia, Mb Rifa, Mb Puji, Mb Niken, Mb Dhian, Mb Nila (ijin), Mb Dhona, Mb Irma, dan saya. Pertemuan pertama kami tidak sampai 3 SKS karena beliau ada urusan dinas, yaitu sebagai Sekretaris Senat UNY. Beliau juga banyak tugas dinas kel

Filsafat Pendidikan: Upaya rejuvenasi pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating”

Kemajuan teknologi yang spektakuler sebagai sarana yang positif dan juga berdampak negatif. Bagaimana upaya rejuvenasi pedagogic sebagai “the art and science of teaching and educating” dalam menghadapi tantangan itu? Alternatif Pemikiran: Dalam pemanfaatan teknologi, pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kemudahan dan kenyamanan semata. Teknologi hanya sebuah alat komunikasi-informasi, tidak lebih. Teknologi dalam pendidikan diharapkan tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai “robot” dan “budak” pendidikan. Dalam konteks ini perubahan global tidak harus ditentang, tetapi diatasi dengan pribadi-pribadi yang mendukungnya (Tilaar : 2005, p. 95). Menurut Tilaar, hanya akan memberikan tempat bagi perkembangan individu jika identitas budaya lokal dihormati sebagai tumpuhan bagi perkembangan setiap indvidu. Artinya, multikulturalisme dalam pendidikan nasional sangat relevan dengan desentralisasi pendidikan dan pengembangan demokrasi di Indonesia. Ini menjadi peran strategis dunia p

CAKRA MANGGILINGAN: Landasan Kurikulum

Landasan Pengembangan Kurikulum   (2) Pertemuan kedua Prof Dr Marsigit, M.A. (150317)  diawali dengan memberi tes singkat, tentang padanan kata. Berikut ini beberapa materi soal dan jawabannya di mana tekstual menggambarkan konteksnya (mengacu pada filsafat). Belajar = membangun Mengajar = memfasilitasi Guru = fasilitator Murid = subjek Logika = konsisten Nyata = cocok Cerdas = santun Pikiran = rasio Pancaindera = persepsi Formal = bentuk Penilaian = mencatat Serius = intens Waktu = relatif Mengulang = siklik Mengurangi = reduksi Menambah = sintesis Tetap = ideal Berubah = realita Diabaikan = ephoce Sama = identic Beda = kontradiktif Fakultas = kemampuan Nol = tiada Satu = esa Banyak = plural Kecil = mikro Besar = makro Di sana =di luar Di sini = di dalam Di atas = langit Di bawah = bumi Berhenti = mitos Terus = kontinyu Membaca = terjemah Menulis = direct Menyerah