Langsung ke konten utama

Manusia, Rasionalitas, dan Kehidupan

1.      Hakikat Kehidupan
Sebagai manusia yang dibekali akal, manusia selayaknya mampu berpikir tentang adanya kehidupan yang secara logis ada yang menciptakan. Pencipta pasti berbeda dengan yang diciptakan karena “pencipta” haruslah memiliki kemampuan atau kekuatan yang lebih dari yang diciptakan. Ketika manusia menyadari bahwa usia manusia berbatas, karena ada kematian yang wajib hukumnya bagi manusia, maka manusia secara logis pun akan dituntun untuk berpikir tentang “kehidupan setelah kematian”. Saya percaya tentang kehidupan setelah kematian, karena saat itulah manusia akan mendapatkan buah dari apa yang dilakukan dari kehidupan sebelumnya, yaitu dunia. Dengan demikian, kehidupan di dunia haruslah secara bersama-sama bertujuan untuk kehidupan akhir (selanjutnya).

2.      Manusia, Rasionalitas, dan Kehidupan

Jika manusia dapat menyadari sebagai manusia, menyadari asal dan tujuan hidup maka manusia akan berpikir untuk bagaimana menjalani kehidupan sekarang (hidup) sehingga dapat menjalani kehidupan mendatang  (mati dan kehidupan sesudah kematian) dengan lebih baik atau terbaik. Kesadaran atas elemen unsur asal kejadian manusia adalah “kunci” pembuka spiritualitas untuk menjadi manusia seutuhanya. Yang ranah lahir dan yang ranah batin. Ini tentunya berlaku bagi manusia yang mau dan mampu berpikir rasional. Manusia hanya perlu menyadari bahwa kelahiran bukanlah pilihannya. Manusia hanya perlu membuka rasionalitas, pengakuan, kejujuran, kelapangan dada, dan kejernihan untuk mampu menjalani hidup dengan semesthinya. Tidak mengingkari bukti dan saksi yang tampak nyata tentang keberadaan Tuhan, yang Ghaib, namun Wujudnya pasti ada, melalui ciptaan-ciptaanNya. Namun, sekali lagi, rasionalitas yang jernih ini juga atas Kehendak Tuhan sehingga manusia hanya bisa ikhtiar dan pasrah atas lakon kehidupan yang dijalani. Namun, bukan berarti manusia menjadi putus asa sehingga hanya menjalani kehidupan yang bertujuan untuk hidup sesudah kematian. Ketika manusia memiliki rasionalitas yang tinggi maka manusia akan menjalani kehidupan di dunia dengan tujuan dunia dan akherat (akhir). Manusia yang berpikir realistis dan logis setelah menyadari tujuan hidup maka akan mengolah dunia untuk tujuan kehidupan selanjutnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Pendidikan: Upaya rejuvenasi pedagogik sebagai “the art and science of teaching and educating”

Kemajuan teknologi yang spektakuler sebagai sarana yang positif dan juga berdampak negatif. Bagaimana upaya rejuvenasi pedagogic sebagai “the art and science of teaching and educating” dalam menghadapi tantangan itu? Alternatif Pemikiran: Dalam pemanfaatan teknologi, pendidikan tidak hanya diarahkan kepada kemudahan dan kenyamanan semata. Teknologi hanya sebuah alat komunikasi-informasi, tidak lebih. Teknologi dalam pendidikan diharapkan tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai “robot” dan “budak” pendidikan. Dalam konteks ini perubahan global tidak harus ditentang, tetapi diatasi dengan pribadi-pribadi yang mendukungnya (Tilaar : 2005, p. 95). Menurut Tilaar, hanya akan memberikan tempat bagi perkembangan individu jika identitas budaya lokal dihormati sebagai tumpuhan bagi perkembangan setiap indvidu. Artinya, multikulturalisme dalam pendidikan nasional sangat relevan dengan desentralisasi pendidikan dan pengembangan demokrasi di Indonesia. Ini menjadi peran strategis dunia p...

CAKRA MANGGILINGAN: Landasan Kurikulum

Landasan Pengembangan Kurikulum   (2) Pertemuan kedua Prof Dr Marsigit, M.A. (150317)  diawali dengan memberi tes singkat, tentang padanan kata. Berikut ini beberapa materi soal dan jawabannya di mana tekstual menggambarkan konteksnya (mengacu pada filsafat). Belajar = membangun Mengajar = memfasilitasi Guru = fasilitator Murid = subjek Logika = konsisten Nyata = cocok Cerdas = santun Pikiran = rasio Pancaindera = persepsi Formal = bentuk Penilaian = mencatat Serius = intens Waktu = relatif Mengulang = siklik Mengurangi = reduksi Menambah = sintesis Tetap = ideal Berubah = realita Diabaikan = ephoce Sama = identic Beda = kontradiktif Fakultas = kemampuan Nol = tiada Satu = esa Banyak = plural Kecil = mikro Besar = makro Di sana =di luar Di sini = di dalam Di atas = langit Di bawah = bumi Berhenti = mitos Terus = kontinyu Membaca = terjemah Menulis = direct Me...
PARADIGMA RASIONAL EMPIRIK OBJEKTIF: TINJAUAN FILOSOFIS DAN TEORITIS METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF (Paradigma Kedua) BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang . Usaha manusia untuk mengatasi masalah dalam kehidupan di dunia, baik selaku makhluk individu maupun sosial akan selalu berkembang. Manusia akan bertemu dengan problematika dalam interaksi sosialnya dengan beragam vaiabel. Untuk mengatasinya maka manusia menggunakan nalarnya melalui proses berfikir logis. Seni berfikir dan bertindak ilmiah untuk menemukan jawaban permasalahan dengan metodologi dan sistematika yang berlandaskan pada hukum-hukum dan teorema dapat disebut sebagai penelitian. Pemilihan jenis penelitian harus dipahami oleh peneliti. Ini selalu didasarkan pada masalah yang diteliti, bukan ditetapkan jenis penelitiannya dahulu baru ditetapkan masalahnya. Hal ini disebabkan adanya kenyataan bahwa penelitian itu dilakukan karena ada masalah. Alasan pemilihan suatu metodologi tentunya didasarkan pada ke...